Ini hukumnya wajib untuk ditunaikan, kecuali jika tidak mampu. Dalil dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala:
فَمَن بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Maka barang siapa yang mengubah wasiat itu, setelah dia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 181)
Ketiga: berkurban atas nama orang yang sudah meninggal secara khusus.
Contohnya, seseorang berkurban atas nama ayahnya yang sudah meninggal, atau atas nama ibunya yang sudah meninggal secara khusus.
Model seperti ini hukumnya boleh. Dan para fuqaha Hanabilah telah menjelaskan bahwa pahala kurban seperti ini akan sampai kepada mayit dan memberi manfaat kepadanya. Karena di-qiyas-kan terhadap sedekah kepada mayit.
Jadi berkurban atas nama orang yang sudah meninggal secara khusus ini tidak termasuk sunnah Nabi atau sunnah sahabat Nabi.
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berkurban atas nama orang yang sudah meninggal secara khusus.
Beliau tidak pernah berkurban atas nama paman beliau, Hamzah radhiyallahu ‘anhu, padahal Hamzah adalah keluarga beliau yang paling mulia.