Kerajinan Anyaman Bambu, Ternyata Bisa Bertahan di Masa Pandemi

25 November 2020, 05:50 WIB
Salah seorang pengrajin anyaman bambu /Pikiran-rakyat.com/Aris M F/

Portal Kudus - Pandemi COVID-19 melumpuhkan berbagai sektor terlebih dalam sektor ekonomi, yang hingga saat ini masih melanda duni termasuk Indonesia.

Perekonomian masyarakat saat ini harus dapat menyesuaikan diri supaya bisa melalui situasi pandemi COVID-19  saat ini dengan keadaan ekonomi yang tidak pasti.

Saat ini sudah diberlakukan New Normal atau kehidupan baru ditengah masyarakat, ekonomi juga sudah mulai bergeliat tentu perekomian tidak akan langsung kembali seperti sebelum adanya pandemi COVID-19. Oleh karena itu masyarakat dituntut untuk kreatif menghadapi tuntutan ekonomi.

Baca Juga: Budidaya Madu Lebah Klanceng, Menjanjikan Ditengah Pandemi COVID-19

Perajin anyaman bambu di desa Sumurboto, Kecamatan Kepon, Kabupaten Blora masih bertahan produksi di masa pandemi Covid-19. Seolah mereka enggan tergerus di tengah kembang maraknya perkakas serta perabotan plastik. Seperti dilansir portalkudus dari pemberitaan Dinkominfo Kabupaten Blora, 18 Oktober 2020 silam.

Meskipun sebagai pekerjaan sambilan, namun masih saja ditekuni secara turun-temurun sehingga menjadi ikon industri rumahan berbasis kearifan lokal bagi pemerintah desa Sumurboto.

Kerajinan anyaman bambu seperti membuat bakul nasi, dunak dan anting (wadah tempat makanan) di Desa Sumurboto cukup dikenal masyarakat baik dari dalam dan luar kabupaten Blora. Jika ada yang minat, mereka bisa datang ke desa Sumurboto dan pesan pada salah satu perajian.

Baca Juga: Berikut Nilai, Penjelasan Besaran Dana Manfaat Program Indonesia Pintar.

“Tetap membuat karena ada pesanan. Saya sejak remaja sudah belajar membuat bakul bambu,” kata Dami (69), salah seorang perajin anyaman bambu.

Setiap hari, kata Dami, mampu membuat dua buah bakul ukuran kecil untuk wadah nasi.

“Setiap hari dua buah bakul kecil. Ini pun sudah pesanan untuk acara hajatan,” kata dia.

Dirinya mengaku, selama pandemi Covid-19, omzet penjualan kerajinan yang dibuat menurun. Harganya relatif murah dan terjangkau. Untuk bakul nasi berukuran kecil yaitu Rp2.500,00 hingga Rp3.000,00 per buah.

“Murah, dari dahulu juga bertahan harganya. Bakul ini untuk wadah nasi dan lauk bagi warga yang punya hajat. Meskipun ada corona, tetap membuat di rumah,” terangnya.

Untuk bahan bambu apus, dirinya tidak kesulitan karena sudah ada pemasok yang datang kepada para perajin.

Berkaitan dengan itu Kepala Desa Sumurboto, Suprapti, A.Ma,Pd, mengungkapkan, selama masa pendemi Covid-19, para perajin anyaman bambu diminta patuh protokol kesehatan.

Bahkan pihak pemerintah desa Sumurboto telah menyiapkan dan membagikan secara gratis tempat cuci tangan kepada semua warga.

“Meskipun itu dikerjakan di rumah, tetap kita antisipasi, Kita minta semua patuh protokol kesehatan,” jelasnya.

Menurut dia, sejatinya warga di wilayahnya sangat berpotensi untuk mengembangkan produk anyaman bambu. Hanya saja dinilai sulit untuk maju karena beberapa faktor.

“Sangat bepotensi, tapi masih belum bisa maju, itu karena para perajin masih individual, artinya masih dilakukan pada perorangan tiap rumah, belum terbentuk kelompok. Tetapi meraka juga saling berinteraksi dan kerjasama jika ada pesanan dalam jumlah banyak,” ungkapnya.

Faktor lainnya adalah pekerjaan menganyam dilakukan bukan sebagai mata pencaharian pokok, melainkan sebagai penopang waktu luang ketika mereka sedang tidak menggarap sawah.

Kemudian, para perajin anyaman bambu, rata-rata sudah berusia tua. Sedangkan yang muda dinilai kurang minat untuk belajar menganyam bambu.***

Editor: Sugiharto

Sumber: Dinkominfo Kab Blora

Tags

Terkini

Terpopuler