Apa itu Sindrom Stockholm? Kenali Penyebab, Gejala dan Cara Mengatasinya: Ikatan Unik Penculik dan Sandera

24 Februari 2023, 22:43 WIB
Mengenal Stockholm Syndrome yang diduga dialami oleh Lesti Kejora yang menjadi penyebab dirinya mencabut laporan KDRT terhadap Rizky Billar. /Ilustrasi - Pexels.com/RODNAE Productions

 

Portal Kudus- Apa itu sindrom stockholm? Apa saja penyebabnya? Bagiamana bisa berhubungan dengan penculikan? Simak jawabannya dalam artikel ini

Sindrom stockholm berkaitan dengan kasus-kasus kejahatan seperti penculikan dan penyanderaan. Selain itu, respons terhadap berbagai jenis trauma juga dapat menyebabkan seseorang mengalami kondisi psikologis ini.

Apa Itu Sindrom Stockholm?

Sindrom stockholm merupakan respons psikologis yang terjadi ketika sandera atau korban kejahatan secara tiba-tiba mengembangkan ikatan emosi positif dengan penculik. 

Hal ini dapat berkembang selama beberapa hari, minggu, bulan, atau bahkan bertahun-tahun setelah penyekapan.

Baca Juga: Wajib Tahu! 6 Cara Agar Fokus Saat Bekerja Tanpa Distraksi: Dari To-Do List Sampai Teknik Pomodoro

Pada beberapa korban perasaan positif akan berkembang terhadap para penculik mereka seiring berjalannya waktu, hingga seolah-olah mungkin merasa bahwa mereka mempunyai tujuan yang sama. 

Dan perasaan negatif akan timbul kepada siapapun yang mencoba membantu mereka untuk keluar dari kondisi berbahaya tersebut.

Psikologi dan profesional menganggap sindrom stockholm sebagai mekanisme koping atau dengan kata lain merupakan cara untuk membantu korban mengatasi trauma dari keadaan yang menakutkan.

Baca Juga: Wajib Tahu! Tips Sehat Menyimpan Makanan di Kulkas Menurut Ahli Gizi dr Tan Shot Yen

Bagaimana Asal Mula Sindrom Stockholm?

Sejarah sindrom stockholm telah terjadi selama beberapa dekade bahkan berabad-abad. Namun, setelah terjadi kasus perampokan yang tercatat pada tahun 1973 di Stockholm, Swedia. Respon terhadap penyekapan atau penyiksaan ini diberi nama

Hal tersebut disebabkan karena munculnya respon tak terduga dari para korban penyanderaan yang malah menolak untuk bersaksi di pengadilan dan melakukan pembelaan terhadap para penculik. Berdasarkan pengakuan sandera, penculik tidak menyakiti mereka dan memperlakukan mereka dengan baik.

Baca Juga: Rekomendasi Lagu Untuk Belajar, Mulai dari K-Pop, Barat, Hingga Indonesia Yang Dapat Mengatasi Rasa Bosan

Apa Saja Gejalanya?

Dikutip portalkudus.com dari healthline.com sindrom stockholm dapat dikenali dari tiga gejala yang berbeda, diantaranya

  1. Korban mengembangkan perasaan positif terhadap orang yang menyekap atau menyiksanya.
  2. Korban mengembangkan perasaan negatif terhadap polisi, figur otoritas, atau siapa pun yang mungkin mencoba membantu mereka melepaskan diri dari penculiknya. Mereka bahkan mungkin menolak untuk bekerja sama melawan penculiknya.
  3. Korban mulai memahami kemanusiaan penculiknya dan percaya bahwa mereka memiliki tujuan dan nilai yang sama.

Perasaan ini biasanya terjadi karena situasi emosional dan penuh tekanan yang terjadi selama situasi penyanderaan atau siklus penyiksaan.

Baca Juga: Beberapa Alasan Psikologis Dibalik Keputusan Childfree, Istilah yang Menjadi Viral karena Gitasav

Apakah Sindrom Stockholm juga Terdapat di Masyarakat Saat Ini?

Selain berkaitan dengan situasi yang membahayakan seperti penculikan maupun penyanderaan. Sidrom ini ternyata juga mungkin terjadi pada beberapa hubungan lainnya, antara lain

Hubungan yang kasar

Berdasarkan suatu penelitian menunjukkan jika seseorang yang mengalami pelecehan dapat mengembangkan ikatan emosional dengan pelaku kekerasan.

Pelecehan terhadap anak

Penjahat sering kali mengeluarkan ancaman terhadap korbannya. Korban mungkin bersikap tunduk dan patuh. Pelaku mungkin juga menunjukkan kebaikan yang dapat dianggap sebagai perasaan yang tulus. Hal ini dapat semakin membingungkan anak yang membuat mereka tidak memahami sifat negatif dari hubungan tersebut.

Pembinaan olahraga

Tergabung dalam olahraga merupakan aktivitas yang bagus untuk melatih keterampilan, kesehatan, dan hubungan. Namun, beberapa kasus dapat menjadi hubungan yang bersifat negatif.

Dapat disebabkan karena teknik pelatihan yang keras bahkan bisa menjadi kasar. Atlet mungkin mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa perilaku pelatih mereka adalah untuk kebaikan mereka sendiri, dan hal tersebut, menurut sebuah penelitian tahun 2018, pada akhirnya dapat dikatakan dengan bentuk sindrom stockholm.

Baca Juga: Pengertian dan Kajian Psikologi Komunikasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Cara Mengatasi

Cara mengatasi sidrom stockholm dalam jangka pendek adalah melakukan konseling atau perawatan psikologis untuk gangguan stres pascatrauma.

Karena dengan hal tersebut dapat membantu meringankan masalah langsung terkait dengan pemulihan, seperti kecemasan dan depresi.

Sindrom stockholm bukan diagnosis kesehatan mental yang resmi. Sebaliknya, sindrom ini dianggap sebagai cara untuk membantu korban mengatasi trauma.

Individu yang dilecehkan menjadi korban kejahatan tertentu dapat mengalaminya. Dengan perawatan yang tepat dapat membantu pemulihan.***

 

 

Editor: Azkaa Najmuts Tsaqib

Sumber: Healthline

Tags

Terkini

Terpopuler