Konsumsi Beras Mengundang Penyakit Baru dan Kecanduan

16 Maret 2024, 08:59 WIB
ilustrasi: Konsumsi Beras Mengundang Penyakit Baru dan Kecanduan /freepik/xb100/

 

Portal Kudus- Sejak lama masyarakat Indonesia telah diperkenalkan dengan beras yang menjadi komoditas andalan pemerintah untuk memenuhi gizi masyarakat.

Promosi beras secara masif sebagai makanan pokok dilakukan ketika pemerintah orde baru menitikberatkan pada pembangunan pertanian lebih spesifiknya kebijakan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) sekitar tahun 1969-1974 untuk bisa swasembada beras.

Promosi yang masif tersebut berhasil mengubah pola konsumsi masyarakat dan ironisnya, masyarakat daerah mulai meninggalkan pangan lokalnya masing-masing secara perlahan. Seiring berjalannya waktu, perubahan tersebut menjadikan beras sebagai komoditas yang paling disorot oleh media bahkan kenaikan harga beras menjadi sorotan dari media apapun dan pemerintah pun mengambil jalan pintas dengan mengimpor beras sembari membnjiri pasar dengan stok beras Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP) di pasar-pasar induk.

Baca Juga: Contract Farming Solusi Peningkatan Harga Beras?

Nyatanya, membanjiri pasar dengan stok beras SPHP bukan langkah yang tepat untuk menurunkan harga beras. Selain itu, solusi tersebut bukanlah langkah yang berkelanjutan dan bisa saja masalah peningkatan harga beras dapat terulang Kembali

Apa solusi jangka panjang yang dapat dilakukan pemerintah?

Pemerintah dapat mempromosikan bahan karbohidrat lokal selain beras untuk memecah tingginya ketergantungan masayarakat terhadap beras. Tingginya ketergantungan masyarakat terhadap beras bahkan memunculkan anekdot “orang belum kenyang kalau belum makan nasi”.

Nyatanya, nasi putih merupakan salah satu makanan yang tinggi akan kandungan indeks glikemik. Indeks glikemik sendiri merupakan nilai yang menggambarkan seberapa cepat karbohidrat yang terdapat dalam makanan diubah menjadi gula oleh tubuh manusia.

Baca Juga: Jam Berapa Buka Puasa Kudus Hari Ini Sabtu 16 Maret 2024? Jadwal Buka Puasa Wilayah Kudus 5 Ramadan 1445 H

Makanan tinggi glikemik mampu memicu respon ketagihan di dalam otak yang membuat kita ingin makan nasi terus. Karena sudah kebiasaan, otak akan terus “meminta” untuk makan nasi, meskipun kita sudah kenyang dari sumber makanan yang lain.

Di sisi lain, asupan nasi juga mengandung indeks glikemik tinggi mengakibatkan kadar glukosa darah dan insulin naik dan turun dengan cepat. Lonjakan glukosa darah terkait erat dengan perubahan kadar insulin.

Dari kedua fakta ini disimpulkan bahwa anekdot “makan nasi dapat menyebabkan kenyang” tidak sepenuhnya benar karena mengkonsumsi nasi dapat menyebabkan kecanduan serta diabetes karena meningkatkan kadar gula darah.

Baca Juga: Bagaimana Cuaca Kudus Hari Ini? Berikut Prakiraan BMKG Sabtu 16 Maret 2024

Dari hasil penelitian, banyak makanan dengan indeks glikemik rendah lebih mengenyangkan seperti sorgum; jewawut; sayur (kol, pakcoy, selada, bayam), buah, kacang-kacangan karena makanan dengan indeks glikemik rendah lebih lambat dicerna sehingga rasa kenyang yang terasa dapat bertahan lebih lama.

Opsi ini dapat diambil pemerintah dengan mempromosikan bahan tersebut sebagai upaya memecah ketergantungan warga terhadap satu komoditas pangan (beras). Diharapkan, dengan terpecahnya bahan pangan pokok masyarakat dapat menurunkan beban impor beras apabila terjadi kegagalan panen di masa mendatang.***

Editor: Sugiharto

Tags

Terkini

Terpopuler