Produk UMKM Brambang Goreng, Terkendala Saat Harga Bahan Baku Melambung Tak Terbeli

- 26 November 2020, 06:25 WIB
bawang goreng blora
bawang goreng blora /dinkominfo blora

Portal Kudus - Brambang (bawang merah) goreng, tidak asing dikehidupan masyarakat Indonesia. Semua masakan, yang dibuat sendiri maupun beli dari warung pasti menggunakan bumbu masakan ini.

Brambang (bawang merah) goreng, dewasa ini banyak permintaan. Ini menjadi solusi dalam usaha, dalam meghadapi Pandemi COVID-19 dimana perusahaan banyak yang tidak menerima pegawai baru, dan masyarakat dituntut untuk kreatif menghadapi tuntutan ekonomi.

Seperti kisah inspiratif seorang pengusaha Brambang (bawang merah) goreng di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, dikutip dari pemberitaan Dinkominfo Kabupaten Blora, 11 Agustus 2020 silam.

Baca Juga: Kerajinan Anyaman Bambu, Ternyata Bisa Bertahan di Masa Pandemi

Sri Murni namanya,  tidak pernah menyangka kalau brambang (bawang merah) goreng (BrambangGO dan TeriGO) yang diproduksi menjadi terkenal dan diminati konsumen baik dari dalam dan luar kabupaten Blora hingga manca negara.

Warga Rt 02/RT 02 Dukuh Gulingan Desa Tempurejo, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora itu bersyukur ketika usaha yang dilakukannya mendapat binaan, bimbingan, permodalan, perijinan hingga pemasaran dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Blora.

Gayung bersambut, usaha rumahan yang ditekuni selama tiga tahun ini membuat kehidupannya mapan dan bertaham produksi meskipun di tengah pandemi Covid-19.

Baca Juga: Budidaya Madu Lebah Klanceng, Menjanjikan Ditengah Pandemi COVID-19

Diceritakan Murni “Saya bersyukur dan berterimakasih kepada DPUPR Blora. Terutama kepada Ibu Pipit Sam Gautama (istri Kepala DPUPR Blora) yang telah memberi binaan, bantuan, bimbingan, permodalan serta pemasaran,” di Blora, Selasa 11 Agustus 2020.

Dari DPUPR Blora, dirinya mendapat batuan mesin pengering dan properti dapur lainnya. Murni setiap hari memproduksi dibantu dengan dua orang karyawannya. Pada dinding rumahnya, terpajang beberapa sertifikat yang melegalkan produksinya layak dikonsumsi.

“Pada awalnya saya mencoba, dengan modal Rp500.000,00, beli brambang tidak banyak, itu pun juga dibantu pemasarannya sama Ibu,” kata dia.

Sebelum hingga pada pandemi Covid-19, setiap hari Murni membutuhkan lebih kurang 15 kg bawang merah (brambang) yang dipasok dari pedagang.

“Jadi tetap bertahan, memproduksi. Banyak yang minat untuk lauk dan campuran masakan seperti soto, opor, sate, nasi goreng dan lainnya. Untuk promosi dan penjualan semuanya Bu Pipit,” kata dia.

Dari produksi bahan baku bawang merah yang ditekuni, kini dirinya mampu meraih penghasilan bersih Rp2 juta hingga Rp3 juta tiap bulan. Bahkan secara perlahan, bisa membatu Rasman (28) suaminya, membangun rumah.

“Alhamdulillah, saya bersyukur dan harus kerja keras lagi,” tambahnya.

Murni menjelaskan, produk brambang yang diproduksi ada aneka varian rasa original, gurih dan pedas.

Untuk BrambangGO adalah brambang goreng gurih. Kemudian TeriGO, yakni brambang goreng dan teri. Sedangkan BabonayamGO adalah produk brambang goreng dan abon daging ayam. Tidak ketinggalan juga ditambah dengan daun kelor goreng untuk mengangkat cita rasa potensi lokal.

“Semuanya saya kemas dalam toples, kemudian diberi label, masing-masing bisa dipilih baik gurih, pedas dan original,” terangnya.

Dalam sebulan sebelum pandemi Covid-19, Murni mampu memproduksi dan menjual produknya hingga 500 toples. Dalam masa pandemi Covid-19 dirinya masih mampu memproduksi lebih kurang 200 toples.

“Toplesnya saya beli secara online dari Bandung. Peminatnya sudah sampai Hongkong dan Papua, itu berkat pemasaran yang dikelola secara modern oleh Bu Pipit,” terangnya.

Dirinya mengatakan omzet penjualan masih stabil dengan harga jual BrambangGO Rp20 ribu per kemasan toples yang berat bersih 80 gram. Sedangkan harga jual TeriGo Rp35 ribu, dengan kemasan sama dan berat bersih yang sama pula dengan brambang goreng.

Murni mengakui, bahwa belum lama ini mendapat tambahan permodalan senilai Rp6 juta dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Blora.

“Belum lama ini dapat tambahan permodalan dari Baznas Kabupaten Blora senilai Rp6 juta,” ucapnya.

Sementara itu Pipit Samgautama selaku ibu asuh pembinaan Usaha Kecil Menengah (UKM) industri rumahan DPUPR Blora mengatakan omzet dari produksi Sri Murni stabil naik.

“Mengalami penurunan kemarin ketika harga bahan baku brambangnya melambung. Tidak terbeli oleh kami hampir dua minggu atau dua pekan. Kami siasati, 20 hari konsumen dan peminat pesan terlebih dahuluu. Kalau harga brambang turun baru kami buatkan,” jelasnya.

Dengan trik ini, kata Pipit, membuat laporan penjualan dan keuangannya di level growth dan savety.

“Meski dua pekan tidak produksi namun orderan kami terima. Konsumen memaklumi. Ada yang tidak mau juga, tapi tidak apa-apa,” terangnya.

Pipit menyebut lost order sekitar 10-15% dari omzet bulanan Rp50 juta- Rp60 juta rata-rata per bulan. Sedangkan harian penjualan 50 botol varian campuran.

“Yang terfavorit TeriGO Pedas menyusul BrambangGO original. Produk terbaru kami BabonayamGO, Abonnya dibuat dengan cara tradisional (gepuk) yang dikerjakan oleh warga Desa Nglobo Kecamatan Jiken,” tambahnya.

Menurut Pipit, produk yang dikelola juga sudah masuk ke katalog IWPC (Inspiring Woman Preneur Competition) bersama-sama dengan karya perempuan lainnya se Indonesia.

Pemasaran Brambang Go dan Teri Go saat ini masih mengandalkan media sosial, Facebook dan Instagram. Sementara di marketplace, hanya menggunakan shopee. Jangkauan pemasarannya telah mencapai ke luar negeri mulai dari Malaysia, Hongkong, hingga Korea Selatan dan beberapa negara di Timur Tengah.***

Editor: Sugiharto

Sumber: Dinkominfo Kab Blora


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x