Tradisi perang obor warga Desa Tegalsambi justru dilakukan dengan cara saling menyerang, satu peserta dengan peserta yang lain.
Walaupun terdapat unsur kekerasan, peserta dapat menyelesaikan perang obor tersebut dengan selamat, tanpa menderita luka bakar sedikitpun.
Sejatinya Perang Obor merupakan transmisi kebiasaan atau keyakinan dari generasi ke generasi, yang telah diselenggarakan sejak abad XVI.
Unsur kekerasan dengan menampilkan perkelahian menggunakan obor terbuat dari daun kelapa dan pisang dalam upacara tersebut sudah ada saat tradisi tersebut dihelat.
Kekerasan yang ditampilkan dalam tradisi ini merupakan tindakan yang ramah (tanpa ada dendam, dan dilakukan atas dasar kepercayaan), namun berbahaya (karena bisa menimbulkan luka dan potensi cacat fisik).
Adat istiadat ini dimaksudkan untuk mengekspresikan terima kasih atas panen yang melimpah dan menangkal bencana, dan juga menarik penonton lokal dan mengunjungi dengan tontonan yang menarik Perang Obor menggunakan media obor yang terbuat dari daun pelepah kelapa kering dan diisi daun pisang kering.
Tradisi Perang Obor dilakukan setiap setahun sekali yaitu setiap hari Senin Pahing malam Selasa Pon setelah panen raya.
Tradisi ini merupakan salah satu bentuk warisan budaya leluhur yang sampai sekarang masih dilestarikan masyarakat.
Tradisi ini mengandung pesan-pesan yang digambarkan melalui simbol-simbol.