Satu citra yang telah begitu melekat dengan Jepara adalah predikatnya sebagai “Kota Ukir”.
Ukir kayu telah menjadi idiom kota kelahiran Raden Ajeng Kartini ini, dan bahkan belum ada kota lain yang layak disebut sepadan dengan Jepara untuk industri kerajinan mebel ukir.
Akan tetapi, untuk sampai pada kondisi seperti ini, Jepara telah menapak perjalanan yang sangat panjang.
Sejak jaman kejayaan Negara-negara Hindu di Jawa Tengah, Jepara telah dikenal sebagai pelabuhan utara pantai Jawa yang juga berfungsi pintu gerbang komunikasi antara kerajaan Jawa dengan Cina dan India.
Demikian juga pada saat kerajan Islam pertama di Demak, Jepara telah dijadikan sebagai pelabuhan Utara selain sebagai pusat perdagangan dan pangkalan armada perang.
Pada masa penyebaran agama Islam oleh para Wali, Jepara juga dijadikan daerah “pengabdian” Sunan Kalijaga yang mengembangkan berbagai macam seni, termasuk seni ukir.
Faktor lain yang melatarbelakangi perkembangan ukir kayu di Jepara adalah para pendatang dari negeri Cina yang kemudian menetap.
Dalam catatan sejarah perkembangan ukir kayu, tak dapat dilepaskan pula dari peranan Ratu Kalinyamat.
Pada masa pemerintahannya ia memiliki seorang patih yang bernama “Sungging Badarduwung” yang berasal dari Negeri Campa.