Angka Anak Putus Sekolah di Jepara Meningkat, Sebagian sebagai Pekerja Anak

17 Juni 2022, 09:32 WIB
Ilustrasi anak putus sekolah /Pixabay/

Portal Kudus - Dalam rapat advokasi hasil Program Penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) terungkap bahwa angka anak putus sekolah termasuk tinggi.

Rapat tersebut diselenggarakan di Ruang Rapat Bupati Jepara pada Rabu, 15 Juni 2022.

Data dari Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM) ATS di empat desa percontohan, yaitu Desa Tubanan Kecamatan Kembang, Desa Tulakan Kecamatan Keling, Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan, dan Desa nalumsari Kecamatan Nalumsari.

Dilansir PortalKudus.com dari berita Suara Merdeka Muria berjudul Anak Tidak Sekolah di Jepara Ternyata Menjadi Pekerja di Bawah Umur

Berdasar data tersebut, terdapat 131 ATS di keempat wilayah tersebut. Khusus di Desa Nalumsari Kecamatan Nalumsari Jepara, terdapat 39 ATS.

Baca Juga: Anggota BPD se Pati Lakukan Demo Kenaikan Tunjangan

Dari jumlah tersebut, 12 di antaranya ternyata masuk kelompok ATS pekerja anak.

Mereka telah bekerja mendapatkan upah.

Carik Desa Nalumsari Yatiman mengungkapkan, selain faktor ekonomi yang menjadi latar belakang penyebab ATS ini, ternyata sebagian anak di desanya tidak mau melanjutkan pendidikannya, karena pabrik menerima anak lulusan SMP.

''Ada yang karena diterima bekerja lulusan SMP,'' jelas Yatiman.

Baca Juga: Haji 2022, Calon Jemaah Haji Asal Kabupaten Jepara Lakukan Umroh Wajib

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Jepara Subiyanto mengatakan, sebagian ATS memang ada yang termotivasi bekerja.

Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah, karena ATS ini memiliki dampak panjang.

ATS akan berdampak pada permasalahan sosial lebih lanjut, perekonomian sampai dengan kesehatan yang rendah.

Baca Juga: Voli Kapolres Cup Rembang 2022, 32 Tim Siap Bertanding

Oleh karena itu, Pemkab menargetkan penanganan ATS sampai dengan tahun 2025.

Ia juga menilai, pabrik-pabrik di Jepara di satu sisi memang menjadi berkah karena investasi.

Tetapi di sisi lain ada persolan sosial yang muncul, termasuk di dalamnya ATS.

''Kami akan tibdak lanjuti ini bersama Dinas ketenagakerjaan dan Dinas pendidikan,'' ungkapnya.

Baca Juga: Voli Kapolres Cup Rembang 2022, 32 Tim Siap Bertanding

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU Jepara Khoirul Muslimin turut menyoroti masalah ini. Anak di bawah umur menurutnya dilarang untuk dipekerjakan.

Hal ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 pasal 68 tentang ketenagakerjaan.

Dalam ketentuan tersebut, anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun.

Baca Juga: Larangan Memakai Sandal Jepit Bagi Pemotor, Begini Tanggapan Kasatlantas Polres Rembang

''Berarti 18 tahun adalah usia minimum yang diperbolehkan pemerintah untuk bekerja. Anak di usia sekolah harusnya berada di bangku sekolah dan menikmati pendidikan sesuai haknya,'' tegas Khoirul.

Jumlah pekerja anak ini dimungkinkan jauh lebih banyak.

Pasalnya, baru terdeteksi dari data ATS di satu desa percontohan.

Di luar desa percontohan yang dekat dengan pabrik juga dimungkinkan ditemui kasus-kasus serupa.

Baca Juga: Waspada Modus Penipuan lewat Whatsapp, Wanita Asal Pati Kehilangan Ratusan Juta Rupiah

Dia juga memprihatinkan banyaknya ATS saat ini.

Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada SDM di kabupaten Jepara ke depannya. Beberapa posisi strategis di pemerintahan atau lembaga lainnya di Kabuaten Jepara nantinya membutuhkan SDM yang unggul dan berkualitas.

''SDM unggul dan berkualitas ini diperoleh jika anak-anak calon generasi penerus bangsa ini mengenyam pendidikan sesuai hak mereka,'' katanya.***

Editor: Kartika Kudus

Sumber: Suara Merdeka Muria

Tags

Terkini

Terpopuler