Apa Itu Batuk Rejan? Kenali Gejala dan Cara Mengantisipasinya

- 9 November 2021, 13:55 WIB
Ilustrasi batuk
Ilustrasi batuk /Pexels
Portal Kudus - Batuk rejan (whooping cough) bisa dikenali dengan rentetan batuk keras yang terjadi secara terus-menerus.
 
Biasanya, batuk ini sering diawali dengan bunyi tarikan nafas panjang melengking khas yang terdengar mirip “whoop”. Batuk rejan dapat menyebabkan penderita sulit bernapas.

Batuk rejan atau pertusis adalah penyakit pada saluran pernapasan dan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyakit ini sangat mudah menular dan bisa mengancam nyawa, khususnya bila terjadi pada bayi dan anak-anak. 

Meski sama-sama ditandai dengan batuk terus menerus, pertusis berbeda dengan tuberkulosis (TB).
 
Selain disebabkan oleh jenis bakteri yang berbeda, tuberkulosis biasanya akan menyebabkan batuk yang lebih dari 2 minggu, keringat di malam hari, penurunan berat badan yang signifikan, dan bisa disertai dengan batuk darah.

Bila tidak ditangani dengan baik, pengidap batuk rejan bisa kekurangan oksigen dalam darah. Selain itu, batuk ini juga bisa menyebabkan komplikasi seperti pneumonia.
 
Dalam beberapa kasus, pengidap batuk rejan bahkan bisa tidak sengaja melukai tulang rusuk mereka karena batuk terlalu keras.

Perlu diperhatikan bahwa batuk rejan dapat menular dengan cepat, sehingga kamu butuh vaksin pertusis untuk mencegah terkena batuk rejan.
 
Baca Juga: Apa Itu Anosmia? Kenali Penyebabnya dan Cara mengatasinya

Orang-orang yang rawan tertular batuk rejan
 
1. Ibu hamil saat trimester terakhir kehamilan.
 
2. Bayi baru lahir.
 
3. Bayi yang berusia di bawah 1 tahun dan belum mendapatkan vaksinasi DPT secara lengkap.
 
4. Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah.
 
5. Orang yang mengidap penyakit kronis seperti asma atau gagal jantung.
 
6 Anak-anak berusia di bawah 10 tahun yang belum divaksin DPT.
 
Penyebab batuk rejan
 
Penyebab batuk rejan adalah bakteri bernama bordetella pertussis yang bisa menyebar melalui udara. Bakteri ini menyerang dinding trakea dan bronkus (percabangan trakea yang menuju ke paru-paru kanan dan kiri).
 
Terjadinya pembengkakan saluran udara adalah salah satu cara tubuh bereaksi terhadap infeksi oleh bakteri. Saluran udara yang membengkak bisa membuat pengidap harus menarik nafas dengan kuat melalui mulut karena kesulitan bernapas. Hasil tarikan nafas yang kuat inilah yang memunculkan bunyi dengkingan yang panjang.

Saat bakteri menginfeksi dinding saluran udara, maka tubuh akan memproduksi lendir kental. Inilah mengapa tubuh akan merangsang pengidap untuk mengeluarkan lendir kental tersebut dengan cara batuk.
 
Baca Juga: Teks Doa Upacara Hari Pahlawan 2021, Cocok Dibacakan saat Upacara Hari Pahlawan 10 November 2021

Gejala Batuk Rejan


Gejala batuk rejan umumnya baru muncul 5–10 hari setelah infeksi bakteri di saluran pernapasan. Selanjutnya, ada 3 tahapan perkembangan batuk rejan (whooping cough), yaitu:
Tahap awal (fase catarrhal)

Tahap ini berlangsung selama 1–2 minggu. Pada tahap ini, pertusis sangat mirip batuk pilek biasa. Penderita hanya mengalami batuk ringan, bersin-bersin, hidung berair atau tersumbat, mata merah dan berair, atau demam ringan.

Meski gejalanya ringan, pada tahap inilah penderita paling berisiko menularkan pertusis ke orang di sekelilingnya. Bakteri penyebab pertusis sangat mudah menyebar lewat percikan air ludah, seperti saat penderita batuk atau bersin.
Tahap lanjut (fase paroksismal)

Setelah tahap awal, penderita pertusis akan masuk ke tahap lanjut. Tahap ini bisa berlangsung selama 1–6 minggu. Pada fase atau tahap ini, gejala yang dialami akan semakin berat. Keadaan ini bisa membuat penderita mengalami batuk keras sehingga memicu sejumlah gejala berikut:
 
1. Wajah tampak merah atau keunguan saat batuk
 
2.Muncul bunyi “whoop” saat tarikan nafas panjang sebelum batuk-batu
 
3. Muntah setelah batuk
 
4. Merasa sangat lelah setelah batuk dan kesulitan mengambil napas

 
Pencegahan Batuk Rejan

Cara terbaik untuk mencegah batuk rejan adalah dengan melakukan vaksinasi atau imunisasi pertusis. Vaksin ini biasa diberikan dokter atau bidan bersamaan dengan vaksin difteri, tetanus, dan polio (vaksinasi DTP).

Jadwal imunisasi dasar untuk DTP adalah pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Namun, bila bayi berhalangan untuk melakukan imunisasi pada jadwal tersebut, orang tua di sarankan untuk membawa anak untuk melakukan imunisasi kejar (cacth up) sesuai jadwal yang diberikan oleh dokter.

Anak juga disarankan melakukan imunisasi lanjutan (booster) agar manfaatnya optimal. Imunisasi ini dilakukan 4 kali, yaitu pada usia 18 bulan, 5 tahun, 10–12 tahun, dan 18 tahun. Imunisasi booster ini dianjurkan untuk diulangi tiap 10 tahun sekali.

Ibu hamil juga direkomendasikan untuk melakukan vaksinasi booster pada usia kehamilan 27–36 minggu.
 
Vaksinasi pertusis saat hamil dapat melindungi bayi terserang batuk rejan pada minggu-minggu awal setelah dilahirkan.
 
Selain melakukan vaksinasi, praktikkan juga gaya hidup bersih dan sehat untuk meningkatkan sistem imun.***
 
 

Editor: Candra Kartiko Sari

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah