Ia menyatakan, hingga Oktober 2020 terdapat 144 kasus KDRT yang dilaporkan di Kota Semarang. Korban kasus tersebut didominasi oleh perempuan, disusul anak dan laki-laki. Yang memprihatinkan, lima orang anak berhadapan dengan proses hukum, satu orang terkait kasus traficking, dan satu orang terlibat kasus kekerasan pacaran.
Merespon hal itu, selain pendampingan tingkat kelurahan ada pula Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di Kecamatan atau Kota.
“Adapula Klinik Apel di Rumah Sakit Wongsonegoro. Di sana bisa periksa visum akibat dugaan KDRT. Di Rumah Sakit Provinsi di Tugu juga ada,” ungkap Rejeki.
Ia menyebut, tujuan akhir pendampingan keluarga oleh kader PKK adalah mencegah perceraian. Selain itu memangkas angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Sementara itu, Ketua TP PKK Jateng Atikoh Ganjar Pranowo menekankan, pola asuh merupakan sesuatu yang turut memengaruhi keharmonisan keluarga. Oleh karenanya, pembelajaran terkait pengasuhan anak penting.
Apalagi, di masa pandemi Covid-19. Di waktu seperti ini, interaksi antara orang tua dan anak-anak lebih sering terjadi. Jika tidak dibina dengan baik, bisa menyebabkan gesekan yang menimbulkan ekses.***