Namun, bila wabah tha'un itu ada di negeri kalian, janganlah keluar dari negeri kalian karena menghindar dari penyakit itu” (HR Muslim).
Yang menarik, aspek ikhtiar lahiriah ini disebut pertama kali oleh Nabi, baru kemudian menekankan bahwa ikhtiar itu mesti dibersamai dengan sikap sabar dan berserah diri kepada ketentuan Allah.
Tentu tidak semua wabah membutuhkan karantina diri, sebagaimana tha'un dan Covid-19. Tapi poin pokok dari hadits Nabi itu adalah adanya upaya aktif manusia untuk menanggulangi penyakit, tidak semata pasif menunggu keajaiban datang sendiri meskipun dibungkus dengan pengakuan tawakal atau semacamnya.
Ikhtiar untuk mencegah segala hal yang mudarat adalah bagian dari pelaksanaan syariat yang wajib dilakukan seorang hamba. Manusia dibekali naluri mempertahankan diri dan akal untuk kelangsungan hidupnya.
Melakukan mitigasi bencana, mengarantina penularan virus, atau hidup higienis adalah bagian dari cara mensyukuri anugerah tersebut.
Dan yang mesti dicatat pula, sebagaimana pesan Nabi, berbagai ikhtiar tersebut mesti beriringan dengan kesabaran dan keyakinan bahwa Allahlah yang menentukan siapa yang bakal terkena musibah.
Semoga Allah menancapkan keimanan pada diri kita semua sekuat-kuatnya, sembari menjauhkan kita dari sikap sembrono, angkuh, dan meremehkan ujian-ujian yang datang dari-Nya.
بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II