Kutipan Cerpen 1
Desir angin sore itu menyentuh perlahan kulit layu yang menahan pilu, menemani sendu dirasa sepotong hati yang terpisah.
Jarak yang membentang mengukir rindu tiada tara, diterima dengan keterpaksaan filantropi.
Sebab percakapan batin bergejolak meronta meminta pertemuan itu, namun sayang semesta tak memberi izin atas semua itu.
Hingga lamunan yang dirasa Ayana terbangun karena lantunan adzan manghrib terdengar.
Kesendirian yang dirasa kala itu, hanya berteman pilu diantara dedaunan yang berserakan di sisi kanan dan kiri.
Tak terasa, bulir demi bulir air mata yang jatuh begitu deras membasahi pipi mungil.
“Bolehkah aku rindu Tuhan, kepada ia yang kini jauh dariku,” gumam Ayana sore itu.
Sebuah pertanyaan muncul ketika Ayana mulai melihat ketidakadilan hidup yang harus ia terima saat ini.