Syeikh Ibnu Atha’illah dalam kitabnya “al-Hikam” menuliskan bahwa, “Tidak sepatutnya seorang hamba berburuk sangka kepada Allah akibat doa-doanya belum dikabulkan olehNya. Dan sebaiknya bagi hamba, yang tidak tahu apa yang akan terjadi atas dirinya esok hari, segera melakukan introspeksi diri.”
Jika syukur dan husnudzon billah telah bisa kita lakukan, tahap berikutnya adalah membuang jauh sifat buruk sangka terhadap sesama. Karena buruk sangka terhadap sesama tidak memberikan dampak apa pun kecuali diri kita akan semakin terperosok dalam keburukan-keburukan. Oleh karena itu Islam sangat melarang umatnya memelihara sifat buruk tersebut.
“Jauhilah oleh kalian berprasangka (kecurigaan), karena sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dustanya pembicaraan.” (HR. Bukhari).
Kemudian di dalam al-Qur’an, Allah menegaskan;
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu adalah dosa.” (Q.S. Al-Hujurat 49:12).
Jadi, sangat rugi kalau kita sampai membiarkan prasangka buruk bersarang dalam dada dan kepala kita. Karena selain tidak memberi manfaat positif, tanpa kita sadari, dosa kita justru terus bertambah dan hati kita semakin buruk serta mental kita juga akan semakin jatuh, naudzubillah.
Sebab menurut Dr. Ibrahim Elfiky dalam bukunya “Quwwat Al-Tafkir” buruk sangka (berpikir negatif) adalah candu. “Berpikir negatif adalah penyakit yang sangat berbahaya. Ia candu seperti narkoba dan minuman keras,” tulisnya.
Jama’ah Sholat Jum’at yang dimuliakan Allah