Portal Kudus - Persiapan Ramadhan yang akan datang sebentar lagi, yang dilakukan oleh banyak kalangan ialah dengan mengikuti tradisi ulama terkemuka.
Gus Baha sebagai salah satu ulama yang terkenal dengan khazanah keilmuan yang luas dan mendalam memberikan tips mempersiapkan diri menyambut bulan puasa.
Persiapan menyambut bulan puasa yang dilakukan oleh umat Islam mencakup perisapan lahir dan batin. Dalam urusan lahir, semua orang pasti bisa melakukan sendiri terutama berkaitan dengan kepentingan makanan puasa dan pakaian baru.
Dalam konteks persiapan batin, Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha memberikan penjelasan menarik bahwa mempersiapkan diri memasuki bulan Ramadhan salah satunya adalah dengan mendalami kajian literatur dari para ulama terdahulu.
“Di antara ijazah dari Mbah Maimoen Zubair juga ijazah bapak, ngendika (mengatakan) 'Ihdinas shiratal mustaqim. Shirātal ladzīna an‘amta ‘alaihim ghairil maghdhūbi alaihim wa lad dhāllīn.' Jadi, kita tidak bisa shaleh tanpa meniru orang terdahulu. Kita tidak bisa baik tanpa meniru orang terdahulu, ” ungkap Gus Baha dalam tayangan video “Menyambut Ramadhan Bersama Gus Baha”, dikutip pada Senin (15/3/2023).
Karena dalam ayat tersebut, lanjut Gus Baha, Allah tidak hanya berfirman ihdinasirotol mustaqim atau “Tunjukan kami jalan yang lurus” semata. Tetapi, Allah juga berfirman bahwa jalan yang benar yakni jalan mereka yang telah Allah beri nikmat. “Jadi, Allah menghendaki ini, ada masternya,” ujarnya.
Baca Juga: Inilah 6 Tradisi Unik Jelang Ramadhan di Nusantara yang Jarang Diekspose
Gus Baha selanjutnya juga menyebutkan, bahwa dalam tradisi pesantren, untuk mendalami literatur ulama terdahulu ada tradisi yang namanya pasaran. Di mana, seluruh civitas pesantren akan mengaji kitab dengan intesitas lebih banyak dibanding bulan-bulan selain Ramadhan.
“Kalau tradisi di kami, di pesantren, misalnya satu kiai ngajar 2-3 kitab setelah shalat fardu. Bisanya kalau Ramadhan ini full. Karena ini untuk melengkapi orang Indonesia dapat berkahnya Ramadhan, kalau kita belajar kitab atau membacakan kitab ke masyarakat supaya tau caranya niatnya orang dulu ketika puasa atau cara pandang orang dulu tentang puasa,” jabarnya.
Dengan padatnya kegiatan mengkaji keilmuan Islam tersebut, diharapkan seseorang dapat membekali dirinya dengan pemahaman yang lebih jernih dalam memandang Ramadhan.
“Cara pandang Ramadhan secara benar, paling tidak, kita merasa lapar. Betapa sakitnya orang miskin yang lapar, terus menghormati makan karena begitu nikmat. Ketika puasa melihat makanan yang kita sepelekan pada saat tidak puasa, ketika Ramadhan spesial semua. Bahkan air pun spesial, gedang (pisang) goreng spesial,” paparnya.
“Di sini ada syukur yang luar biasa. Itu kalau tidak baca literatur ulama terdahulu, kita tidak akan tahu,” tutupnya.***