Sejarah Toko Buku Gunung Agung yang Menjadi Pelopor Toko Buku di Indonesia

- 24 Mei 2023, 09:21 WIB
Ilustrasi: Sejarah di Balik Toko Buku Gunung Agung yang Menjadi Pelopor Toko Buku di Indonesia
Ilustrasi: Sejarah di Balik Toko Buku Gunung Agung yang Menjadi Pelopor Toko Buku di Indonesia /Tangkap layar/@arsip_indonesia

 

Portal Kudus - Di tengah ramainya pemberitaan mengenai tutupnya Toko Buku Gunung Agung, masyarakat penasaran dengan sejarah Toko Buku Gunung Agung dan profil pendirinya.
 
Toko Buku Gunung Agung, tentu menjadi sebuah nama yang tidak asing bagi pecinta buku karena menjadi salah satu pelopor dalam industri perbukuan di Indonesia.
 
Sebagai salah satu rumah bagi pencari literasi dan ilmu, Toko Buku Gunung Agung sukses menginspirasi banyak orang. 

 

Penutupan semua outlet tentu saja membawa kesedihan bagi para pecinta buku, namun hal tersebut harus dilakukan karena Gunung Agung terus mengalami kerugian operasional yang semakin besar.
 
Lantas, seperti apa sejarah toko buku yang berdiri sejak awal kemerdekaan tersebut? Dan bagaimana sosok dari dari Haji Masagung selaku pendiri?
 
Tjio Wie Tay atau kemudian lebih dikenal dengan Haji Masagung lahir di Jatinegara, Jakarta pada 8 September 1927 dan merupakan anak keempat dari lima bersaudara.
 
Ayahnya bernama Tjio Koan An adalah ahli listrik lulusan Belanda dan ibunya bernama Tjoa Poppi Nio.
 
Saat berusia empat tahun, sang ayah meninggal dunia menyebabkan ia menghadapi masalah ekonomi yang sulit.
 
Kemudian Ia tumbuh menjadi anak yang nakal, selain suka berkelahi, Ia juga suka mencuri buku pelajaran milik kakaknya untuk dijual di pasar Senen guna mendapatkan uang saku. 
 
Karena kenakalan ini, Wie Tay sempat dikeluarkan sebanyak dua kali dari dua sekolah berbeda. 
 
Tapi, ternyata kenakalan inilah yang menjadikan Wie Tay tumbuh sebagai anak pemberani dan mampu menghadapi kerasnya hidup di Batavia.
 
Wie Tay sudah harus mencari nafkah sejak usia 13 tahun, bahkan Ia sempat menjadi pemain akrobat, lalu berjualan rokok keliling. 
 
Karena merasakan betapa sulitnya mencari uang, Wie Tay mulai belajar menabung hingga dapat membuka kios rokok di Glodok hasil dari sebagian uang yang disisihkan.
 
Wie Tay mulai berkenalan dengan beberapa pebisnis lain seperti The Kie Hoat dan Lie Tay San.
 
Pada tahun 1945, Ketiga sahabat ini mendirikan usaha bersama bernama Tay San Kongsie yang pada awalnya menjual rokok.
 
Tetapi pasca kemerdekaan Indonesia, permintaan terhadap buku sangat tinggi dan Hal itu dilihat sebagai peluang bisnis oleh Tay San Kongsie.
 
Slanjutnya, mereka memilih untuk membuka toko buku impor serta majalah dan berganti ke bisnis buku dikarenakan keuntungan dari penjualan buku lebih besar dari pada penjualan rokok.
 
Akhirnya pada 8 September 1953 Toko Buku Gunung Agung diresmikan. Pemilihan nama Gunung Agung sendiri berasal dari nama Tjio Wie Tay sendiri. 
 
Arti nama Tjio Wie Tay dalam bahasa Indonesia bermakna “Gunung Besar”.
 
Pada 1953, Masagung menggelar pameran buku yang pertama dan membuat Presiden Soekarno sangat terkesan hingga terjalin kedekatan antara keduanya.
 
Sejak saat itu, Soekarno kemudian mempercayakan urusan penerbitan buku-bukunya kepada PT Gunung Agung.
 
Setahun kemudian, Tjio Wie Tay kembali memprakarsasi pameran buku yang lebih besar bernama Pekan Buku Indonesia 1954.
 
Seiring dengan perkembangan bisnis yang semakin pesat, Masagung memutuskan untuk mendirikan gedung berlantai tiga di Jalan Kwitang Nomor 6. 
 
Gedung ini diresmikan langsung oleh Bung Karno pada 1963 dan tak lama setelah itu, Wie Tay mengubah namanya menjadi Masagung.
 
Kini, di usia yang ke- 70 tahun, kejayaan Toko Gunung Agung harus berakhir. 
 
Pandemi menjadi titik balik hingga akhirnya pihak manajemen memutuskan untuk menutup sejumlah gerai toko bukunya.***

Editor: Sugiharto

Sumber: Beragam Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x