Portal Kudus - Bulan ketiga dari tahun Hijriah menjadi momentum penting bagi umat Islam. Di bulan Rabiul awal manusia terbaik dilahirkan di muka bumi. Seluruh semesta alam menyambut bahagia.
Tepat pada 12 bulan Rabiul awal Nabi Muhammad SAW lahir di Makkah. Tahun lahirnya dikenali dengan tahun gajah atau ababil. Lantaran bertepatan tanggal lahirnya terjadi peristiwa perobohan ka'bah oleh Raja Abrahah bersama pasukan gajah.
Peristiwa tersebut juga terdapat dalam Al-quran surat Al Fiil. Allah mengirimkan burung-burung ababil dan membawa batu panas dari surga. Maka tentara Abrahah berbondong-bondong lari.
Di masa kelahiran Rasulullah saja, tanda kenabian sudah terlihat. Perjuangan dakwah dan kiprah dalam memperjuangkan agama tauhid tidaklah mudah. Menjadi umatnya adalah suatu kebahagiaan dan diakuinya adalah cita-cita semuanya.
Lalu, darimana sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW diadakan? Siapa yang pertama kali memperkenalkan dan bagaimana perayaan pertama kali dilakukan? Simak penjelasan yang berikut ini:
Dilihat dari etimologi, istilah “Maulid” berasal dari bahasa Arab –Walada Yalidu
Wiladan– yang berarti kelahiran.
Kata ini biasanya disandingkan atau
dikaitkan dengan Nabi Muhammad saw.
Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam beberapa waktu setelah Nabi Muhammad wafat.
Peringatan tersebut bagi umat muslim adalah penghormatan dan pengingat kebesaran dan keteladanan Nabi Muhammad dengan
berbagai bentuk kegiatan budaya, ritual dan keagamaan.
Menurut sejarah ada dua pendapat yang menengarai awal munculnya
tradisi Maulid.
Pertama, tradisi Maulid pertama kali diadakan oleh khalifah Mu’iz li Dinillah, salah seorang khalifah dinasti Fathimiyyah di Mesir yang
hidup pada tahun341Hijriyah. Kemudian, perayaan Maulid dilarang oleh Al-
Afdhal bin Amir al-Juyusy dan kembali marak pada masa Amir li Ahkamillah
tahun 524 H. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Al-Sakhawi (wafat 902 H).
Kedua, Maulid diadakan oleh khalifah Mudhaffar Abu Said pada tahun
630 H yang mengadakan acara Maulid besar-besaran. Saat itu, Mudhaffar
sedang berpikir tentang cara bagaimana negerinya bisa selamat dari
kekejaman Temujin yang dikenal dengan nama Jengiz Khan (1167-1227
M.) dari Mongol. Jengiz Khan, seorang raja Mongol yang naik tahta ketika
berusia 13 tahun dan mampu mengadakan konfederasi tokoh-tokoh agama,
berambisi menguasai dunia. Untuk menghadapi ancaman Jengiz Khan
itu Mudhaffar mengadakan acara Maulid. Tidak tanggung-tanggung, dia
mengadakan acara Maulid selama 7 hari 7 malam. Dalam acara Maulid
itu ada 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 keju dan 30.000
piring makanan. Acara ini menghabiskan 300.000 dinar uang emas.
Kemudian, dalam acara itu Mudhaffar mengundang para orator untuk
menghidupkan nadi heroisme Muslimin. Hasilnya, semangat heroisme
Muslimin saat itu dapat dikobarkan dan siap menjadi benteng kokoh Islam.
Sehingga bisa dikenal bahwa perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW sudah ada, meskipun setelah Rasulullah wafat. Banyak pihak yang masih pro dan kontra bahwa perayaan Maulid merupakan bid'ah.
Namun, sebagian ada yang mengatakan tidak bid'ah karena perayaan umat islam berupa Maulid tidak termasuk ritual keagamaan hanya sebagai tradisi budaya lokal masyarakat.
Salah satu yang melanjutkan tradisi Islam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah Indonesia. Buktinya saat awal masuk bulan Rabiul Awal pembacaan sholawat di surau dan masjid kembali semarak.